Kejahatan Politik Pemerintah Daerah Berpengaruh Pada Sektor Pendidikan

Riki Cowang - Kamis, 02 Mei 2024 18:17 WIB
Kejahatan Politik Pemerintah Daerah Berpengaruh Pada Sektor Pendidikan
Rikardus Supardi Cowang
Kejahatan Politik Pemerintah Daerah Berpengaruh Pada Sektor Pendidikan

bulat.co.id - KUPANG | Kemajuan di sektor pendidikan menjadi salah satu hal yang urgen, hal demikian dikarenakan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan pokok bagi setiap orang. Pendidikan menjadi salah satu penopang energi sumber daya manusia (SDM).

Advertisement

Baca Juga:

Kendati demikian, perhatian dari pemerintah kepada pendidikan semakin terpusat. Sebab, negara mempunyai tanggung jawab yang besar dalam kesejahteraan masyarakat salah satunya melalui sektor pendidikan.

Pemerintah dalam upayanya, berbagai hal dilakukan, mulai dari regulasi sampai pada hal paling kecil. Pemerintah sangat menyadari pentingnya peran pendidikan dalam menciptakan SDM berkualitas. Negara pun sudah memberikan amanat melalui UU, baik itu UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan peraturan-peraturan lainnya. Secara teknis, penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang pendidikan sekarang ini menjadi tugas dan tanggung jawab Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Dikbudristek).

Tantangan perkembangan dunia saat ini menuntut kemampuan sumber daya manusia yang tangguh dan memiliki kreativitas yang tinggi, tetapi bagaimana negara mampu menyiapkan yang berkualitas tersebut masih mencari-cari pola hingga saat ini. H.A.R. Tilaar (2003: 143) mengemukakan dua fungsi besar negara, yaitu: mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat banyak dan mempersatukan rakyat banyak tersebut dalam suatu wadah yang disebut negara.

Upaya pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat salah satunya melalui berlakunya sistem otonomi daerah. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 6, pengertian Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.

Hal demikian sejatinya untuk menjadikan daerah mencapai kemandirian. Hal itu dilakukan dengan menggali berbagai potensi sumber daya yang dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta memacu terjadinya percepatan dan pemerataan pembangunan.

Saat ini, upaya menciptakan SDM yang Unggul harus semakin digenjot dalam rangka menyiapkan bonus demograsi dan menyongsong era Indonesia Emas 2045, pendidikan menjadi salah satu sektor yang sentral. Untuk menciptakan hal itu, kini pemerintah daerah memiliki peran yang strategis.

Sejarah Pemerintahan Daerah di Republik Indonesia tidaklah berusia pendek. Lebih dari setengah abad lembaga pemerintah lokal ini telah mengisi perjalanan bangsa. Dari waktu ke waktu pemerintahan daerah telah mengalami perubahan bentuk

nya. Setidaknya ada tujuh tahapan hingga bentuk pemerintahan daerah seperti sekarang ini. Pembagian tahapan ini didasarkan pada masa berlakunya Undang-Undang yang mengatur pemerintahan lokal secara umum. Tiap-tiap periode pemerintahan daerah memiliki bentuk dan susunan yang berbeda-beda berdasarkan aturan umum yang ditetapkan melalui undang-undang. Patut juga dicatat bahwa konstitusi yang digunakan juga turut memengaruhi corak dari undang-undang yang mengatur pemerintahan daerah.

Dalam kehidupan sehari-hari, tidaklah jarang kita mengenal politik. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) menurut Miriam Budiarjo (2008: 15) adalah usaha untuk menentukan peraturanperaturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis. Usaha menggapai the good life ini menyangkut bermacam-macam kegitan yang antara lain menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem politik itu dan hal ini menyangkut pilihan antara beberapa alternatif serta urutan prioritas dari tujuan-tujuan yang telah ditentukan itu.

Saat ini, politik bukanlah tanpa konflik, walupun lain halnya politik untuk menciptakan kerja sama dan sebagainya. Perang politik tidak saja di Istana tetapi, daerah menjadi salah lingkup yang kian memanas. Tentu saja, konflik politik tidak hanya mempengaruhi satu sektor saja, namun mencakup semua sektor, salah satunya di sektor pendidikan.

Dalam kacamata penulis, melihat ada begitu banyak gejolak pengaruh politik yang mempengaruhi sektor pendidikan saat ini, lebih khusus di tingkat daerah Kabupaten/Kota. Politik sebagai usaha untuk memperoleh kekuasaan, memperbesar dan mempertahankan kekuasaan merealisasikan tujuannya dalam berbagai kebijakan yang terkait kebutuhan hidup masyarakat.

Pada situasi saat ini, politik bisa saja disebut sebagai senjata kejahatan, yang juga pendidikan menjadi ruang untuk berekspresi, hal ini dilihat dari kecenderungan kebiasaan perpolitikan di daerah-daerah, yang mana situasi politik mempengaruhi wilayah lembaga pendidikan. Lebih konkretnya adalah soal masalah dukungan politik.

Kebiasaan itu tidak dipungkiri, hal demikian bisa berakibat fatal, misalnya dengan adanya pergeseran/rotasi jabatan. Politisasi dalam bidang pendidikan semakin terlihat seiring politik di daerah yang memanas. Ada banyak praktik yang menggunakan politik sebagai senjata dalam bidang pendidikan.

Bisa dilihat, selain adanya rotasi jabatan yang dilakukan tidak sesuai dengan prosedur, dampak politisasi di bidang pendidikan juga menyebabkan adanya penyimpangan aturan dan kebijakan. Tidak hanyak itu, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) juga marak terjadi, Salah satunya, praktik perekrutan guru maupun kepala sekolah. Masih banyaknya oknum yang memanfaatkan kegiatan ini untuk praktik KKN. Perekrutan guru di banyak instansi sekolah dasar masih berdasarkan unsur kedekatan bukan dilihat dari potensi dan standardisasi kelayakan calon guru yang dibutuhkan. Selain itu, perekrutan kepala sekolah yang menjadi rahasia, kemudian adanya unsur korupsi dengan memberikan uang kepada pejabat daerah untuk meluluskan oknum calon kepala sekolah dan tenaga lainnya.

Persoalan demikian muncul ketika adanya motif kepentingan politk lebih menguasai, dengan melakukan berbagai cara.

Hemat penulis, aktivitas demikian yang menyoroti adanya praktik politisasi dalam bidang pendidikan menjadi salah satu faktor penghambat pendidikan dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang unggul. Hal lainya, persoalan dukungan politik yang memberi dampak terhadap situasi pendidikan, apalagi yang menjadi targetnya adalah seorang pendidik/Guru, perasaan 'baper' politik mestinya harus diberantas agar tidak mempengaruhi di sektor pendidikan.

Mencegah terjadinya berbagai penyimpangan atau kesalahan, atas banyaknya praktik-praktik yang marak terjadi, sebagai dampak dari politisasi dalam dunia pendidikan, semestinya ada pengawasan internal maupun pengawasan secara reguler yang efisien dan efektif dari lembaga-lembaga berwenang, dengan secara rutin melakukan evaluasi hingga pada perbaikan terhadap berbagai kinerja.


Artikel ditulis oleh : Riki Cowang

Editor
: Hendra Mulya
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru