Misteri 2 Tersangka Kasus PPPK Langkat, BKD VS Kadisdik
Namun hingga saat ini, dua nama tersebut masih misterius. Lalu, siapakah dua orang yang telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus tersebut?
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Hadi Wahyudi membenarkan adanya dua tersangka yang telah ditetapkan di kasus PPPK Pemkab Langkat tersebut.
Baca Juga:
"Iya, polisi sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus PPPK Kabupaten Langkat," kata Hadi beberapa waktu lalu.
Namun, hingga saat ini, Hadi belum membeberkan identitas kedua tersangka tersebut. Dia hanya menyebut kalau penyidik menangani kasus ini dengan cermat dan hati-hati.
"Ini terkait dugaan tindak pidana korupsi yang perkaranya masih berproses, jadi penyidik harus bekerja dengan hati-hati dan cermat," pungkasnya.
*Kepala BKD dan Kadis Pendidikan Langkat Diperiksa*
Sebelum adanya penetapan dua orang tersangka di kasus PPPK Pemkab Langkat ini, polisi telah memeriksa Kepala Dinas Pendidikan Langkat, Saiful Abdi dan Kepala BKD Langkat, Eka Syahputra Depari.
Hal itu dikatakan Kanit 3 Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut, Rismanto J Purba usai menemui honorer Langkat yang menggelar aksi unjuk rasa di Polda Sumut pada Rabu (13/3/24) lalu.
Saat itu, puluhan guru peserta seleksi PPPK 2023 di Kabupaten Langkat meminta agar pihak Polda Sumut segera mengusut dugaan kecurangan seleksi PPPK.
"Hari ini LBH Medan, KontraS serta guru menyampaikan aspirasinya untuk minta penegakan hukum dan keadilan di Polda Sumut terkait dengan adanya kecurangan PPPK di Kabupaten Langkat dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK 2023," kata Direktur LBH Medan Irvan Saputra selaku pendamping hukum para guru, Rabu (24/1/24) lalu.
Koordinator KontraS Sumut Rahmat Muhammad mengatakan ada sekitar 203 peserta PPPK yang diduga menjadi korban kecurangan itu. Pihaknya mengidentifikasi ada tiga bentuk kecurangan yang terjadi dalam proses seleksi PPPK itu.
Pertama, maladministrasi. Rahmat mengaku kesepakatan soal Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT) yang awalnya disampaikan tidak sesuai.
"Jadi, dia dari proses seleksi itu tidak sesuai dengan pengumuman awal yang mereka sampaikan di awal itu tidak ada SKTT. Lalu, kemudian ada masuk sistem SKTT, itu kami anggap ada maladministrasi di situ," kata Rahmat.
"Kemudian, indikasi suap itu kita dapatkan beberapa bukti laporan yang kita dengar bukan hanya dari satu pihak tapi juga dapatkan bentuk screenshoot adanya penerimaan atau pengembalian uang sebesar hampir Rp 80 juta. Yang ketiga adalah KKN, ada mekanisme orang dalam untuk meloloskan orang tertentu," sambungnya.