Lahan Usaha Dua Warga Translok, Antara Telah Diokupasi dan Terbit di Atas Tanah Ulayat

Ven Darung - Senin, 02 Oktober 2023 13:05 WIB
Lahan Usaha Dua Warga Translok, Antara Telah Diokupasi dan Terbit di Atas Tanah Ulayat
Istimewa
(Buku tanah mikik warga Translok/sumber: Ven Darung)

bulat.co.id -MANGGARAI BARAT | Sofia Senia atau Waung (59), sore itu terduduk lesu di depan pintu rumah yang hampir rubuh berukuran 6x6 yang dibangun pemerintah. ia duduk menatap lahan pekarangannya yang tak kunjung dibangun rumah.

Advertisement

Saat ini, ia tinggal sebatang kara di rumah warga lain yang memilih pindah ke kota Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Baca Juga:

Suaminya, Yohanes Ruba merantau ke Kalimantan saat anak semata wayangnya masih duduk di bangku SD dengan niat memenuhi kebutuhan pokok keluarga.

"Suami saya sudah lama pergi ke kalimantan, di sini mau kerja apa? Tanah ini tidak bisa tanam apa apa. Sawah (Lahan usaha dua) yang dulu dijanjikan oleh pemerintah tak kunjung dibagi," tutur Waung.

Baca Juga :Labuan Bajo Belum Terjawab Meski Sudah di Tangan Mabes Polri">Miris, Dugaan Pemerkosaan Wisatawan oleh Tour Guide di Labuan Bajo Belum Terjawab Meski Sudah di Tangan Mabes Polri

Anak semata wayangnya itu kini bersuami dan tinggal dengan suaminya di Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur.
Jarak yang begitu jauh, sekitar 6 jam perjalanan, membuat Waung tak sanggup menjenguk anak dan cucu cucunya. Sesekali, anak semata wayangnya itu datang, namun hanya untuk beberapa malam. Meski begitu, hal itu cukup mengobati rasa rindu dan kesepiannya.

"Anak saya yang semata wayang jauh dari saya, yah kadang juga mereka datang. Biar begitu, sudah mengobati kesepian yang saya alami," kata Waung dengan sedih.

Bukan hanya Waung, warga Translok yang lain juga mengeluh bagaimana susahnya mencari makan saat itu (tahun 1997). Karena tidak ada lahan sawah, sebagian warga jadi kuli bangunan di Labuan Bajo, ibu kota Manggarai Barat. Itu pun hanya bisa untuk beli beras.

Warga yang lain harus kembali ke kampung asal untuk membersihkan lahan dan datang kembali saat musim panen.
Program transmigrasi pemerintah saat itu seharusnya tidak hanya mengatasi masalah kepadatan penduduk, tetapi juga soal kesejahteraan.

Lahan sawah (lahan usaha dua) yang merupakan bagian dari program transmigrasi tidak tahu rimbanya. Warga terus mempertanyakan kejelasan lahan usaha dua tersebut.

Penyerahan Lahan Oleh 34 Fungsionaris Adat
34 fungsionaris adat menyerahkan tanah ulayat kepada pemerintah.

Tanggal 26 Februari 1990, fungsionaris adat, Tua tua adat, Pemuka masyarakat dari 5 desa yang terkena lokasi transmigrasi menyerahkan sejumlah tanah ulayat kepada Drs. Gaspar PR Ehok dalam jabatan sebagai kepala daerah tingkat II Manggarai yang bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Daerah Tingkat II Manggarai sebagaimana dinyatakan dalam surat penyerahan hak atas tanah dataran irigasi Nggorang.

Baca Juga :6 Komodo Taman Safari Bogor Dilepasliarkan di Labuan Bajo

Tujuan penyerahan atas tanah ulayat tersebut adalah untuk kepentingan penyediaan lahan/tanah yang menjadi kawasan daerah translok sebagaimana dinyatakan dalam laporan penyelesaian masalah tanah translok di dataran Nggorang desa Macang Tanggar, nomor: 570/634 tanggal 19 mei 1998.

Berdasarkan surat pernyataan penyerahan Tua tua adat dan pemuka pemuka masyarakat dari 5 desa yang terkena lokasi transmigrasi lokal tanggal 26 februari 1990 yaitu desa Macang Tanggar, Desa Watu Nggelek, Desa Golo Bilas, Desa Warloka, dan sebagian Kelurahan Labuan Bajo di mana isi pernyataannya antara lain bahwa semua Lingko lingko dan lengkong/dataran yang terdapat di dalam lima desa tersebut diserahkan kepada pemerintah untuk diatur yang penggunaannya sebagai lokasi transmigrasi lokal.

Atas dasar surat penyerahan tanggal 26 februari 1990 itulah maka Departemen Transmigrasi provinsi NTT melaksanakan kegiatan awal yaitu menetapkan/ memasang patok merah untuk menentukan batas batas lokasi Translok dari seluruh lokasi yang terdapat di dalam desa desa tersebut termasuk lokasi Benteng dan lokasi Lemes yang di klaim.

Menurut penjelasan Bernadus Sandur, salah satu warga transmigrasi lokal Desa Macang Tanggar, pada Tahun 1995, Pemerintah mendatangkan utusan warga dari kampung Karot, Kecamatan Langke Rembong untuk survei lokasi transmigrasi.

Penempatan transmigran dari kampung karot dilakukan karena sebagian tanah milik mereka (kampung Karot) digunakan untuk pembangunan perluasan Bandara Satar Tacik.

Namun, sampai di lokasi transmigrasi di Desa Macang Tanggar, warga menolak untuk di transmigrasi dengan alasan lokasi transmigrasi tidak bisa dijadikan lahan pertanian karena tandus dan rawa rawa.

Lokasi transmigrasi akhirnya ditempati oleh sebagian warga Desa Golo Worok, Kecamatan Ruteng dan sebagiannya warga asli.

Baca Juga :Manggarai Barat Ngaku Sudah Bagikan Lahan Usaha 2 Beserta Sertifikat, Warga Translok : Dia Bohong">Bupati Manggarai Barat Ngaku Sudah Bagikan Lahan Usaha 2 Beserta Sertifikat, Warga Translok : Dia Bohong

Tahun 1995, 200 kepala keluarga (kk) menandatangani dokumen dokumen dan persyaratan pensertifikatan tanah atas setiap KK.

Dokumen dokumen yang ditanda tangani setiap KK warga Translok tersebut untuk pensertifikatan 3 lahan per KK warga Translok yang terdiri dari :

SHM lahan pekarangan 5000 m² (0,5 ha) yang didalamnya terdapat bangunan rumah yang disediakan pemerintah dgn ukuran 6 x 6 meter.

SHM lahan usaha I seluas 5000m² (0,5 ha). SHM lahan usaha 2 seluas 10.000 m² (1 ha).

Pada tahun 1995 Paulinus Pangol, Kepala Bidang Penempatan (Transmigrasi) Provinsi NTT saat melakukan sosialisasi menjanjikan kepada warga Translok akan mendapatkan 20.000 m² (2 ha) tanah untuk setiap kepala keluarga (KK) yang terdiri dari:

SHM lahan pekarangan 5000 m² (0,5 ha) yg di dalamnya terdapat bangunan rumah yg disediakan pemerintah dgn ukuran 6 x 6 meter.

SHM lahan usaha I seluas 5000m² (0,5 ha), SHM lahan usaha 2 seluas 10.000 m² (1 ha).

Saat dikonfirmasi pada Sabtu, (30/9/23), Paulinus bantah dirinya melakukan sosialisasi.

"Bukan 1995, transmigrasi itu tahun 1998. Saya tidak melakukan sosialisasi, bukan bidangnya saya itu. Saya di bidang penempatan", kata Paulinus.

Ia juga menjelaskan bahwa saat penempatan 200 kk warga Translok tidak menjanjikan lahan usaha dua.

"Saat penempatan, hanya dua lahan yang dibagi yaitu lahan pekarangan dan lahan usaha satu. Lahan usaha dua itu tidak ada," jelasnya.

Warga Translok membatah penjelasan Paulinus.
"Dia bohong itu, dia yang melakukan sosialisasi. Kalau tidak salah tahun 1996, dia sosialisasi kepada kami," kata Largus, warga transmigrasi lokal asal Desa Golo Bilas.

Baca Juga :Labuan Bajo Nilai Bupati Mabar Aktor Intelektual Pembungkaman Demokrasi di Manggarai Barat">PMKRI Labuan Bajo Nilai Bupati Mabar Aktor Intelektual Pembungkaman Demokrasi di Manggarai Barat

"Bahaya nanti Pa Paulinus itu. Dikejar sama warga dia nanti," tutur Largus, Sabtu (30/9/23) sore.

Selain Largus, hal serupa juga di utarakan oleh warga Translok yang lain saat berdialog pada minggu, (01/10/23) di Translok Desa Macang Tanggar.

Warga Translok meminta Paulinus untuk bertemu warga. "Kalau dia berani, silahkan bertemu warga. Silahkan menyangkal di depan warga," ucap warga Translok itu.

Warga Bersurat ke Presiden
Saverinus Suryanto, salah satu warga Translok beberapa kali menyurati Kementerian Sekretaris Negara dan Presiden Jokowi Dodo di Jakarta.

Saverinus menyurati kementerian dan Presiden Jokowi Dodo terkait 200 Sertifikat yang tak kunjung ada kejelasannya.

Terakhir Saverinus menyurati Presiden yang diterima langsung oleh Kepala Sekretaris Militer Presiden. Penyerahan surat dan beberapa dokumen terkait masalah sertifikat lahan usaha dua warga Translok itu diberikan tepat pada saat pembukaan kegiatan KTT ASEAN di Labuan Bajo.

Kepala Sekretaris Militer Presiden Jokowi yang menerima surat dan dokumen itu di Mapolres Manggarai barat berjanji akan meneruskan dokumen itu kepada presiden Jokowi Dodo.

Dikatakan Saverinus, pertemuan yang dinilainya sakral itu ternyata hanya untuk mencegah warga Translok melakukan demonstrasi pada saat pembukaan KTT ASEAN.

"Sampai sekarang tidak jelas realisasi nya bagaimana, ternyata (pertemuan) itu hanya cara mereka (Pemerintah) untuk mencegah kami melakukan aksi demonstrasi," terang Saverinus saat diwawancara pada (22/9/23) lalu.

Surat Saverinus yang pertama ditanggapi oleh bupati Manggarai Barat Agustinus CH. Dula sebelum dirinya dijeblos ke penjara atas kasus pemalsuan dokumen.

Agustinus CH Dula melayangkan surat untuk menanggapi surat Saverinus Suryanto.

Surat Agustinus itu ber Nomor: TKT.560/24-Trans/III/2019 tgl 13 maret 2019. Tujuan surat Deputi Bidang Hub. Kelembagaan dan Kemasyarakatan Kementerian Sekretaris Negara RI di Jakarta.

Dalam suratnya itu, Agustinus menjelaskan bahwa tahun 1990 - 1995 Kanwil Dep. Transmigrasi Provinsi NTT melakukan sosialisasi secara teknis rencana pembangunan UPT Transmigrasi Nggorang kepada Masyarakat dan calon transmigran.

Tahun 1997 Kanwil Dep. Transmigrasi Prov. NTT melakukan penempatan transmigran sebanyak 200 KK dan diberikan fasilitas antara lain: Rumah tinggal, lahan pekarangan 0,5 ha dan lahan usaha 0,5 ha. Jumlah luas lahan usaha yang diterima setiap transmigran sebanyak 1 ha.

Masalah sertifikat lahan usaha dua warga Translok merupakan bentuk kesalahan dokumen pada pemerintah saat itu.
Saverinus kemudian menanggapi surat Agustinus tersebut dengan kembali melayangkan surat ke Kementerian Sekretaris Negara di Jakarta.

Saverinus saat ditanya terkait isi surat itu menjelaskan bahwa Agustinus CH Dula, tidak memahami pokok persoalan.

Penerbitan sertifikat di atas tanah warga setempat
Beberapa dokumen yang diperoleh dari Disnakertrans menyebutkan bahwa BPN Provinsi NTT menerbitkan sertifikat lahan usaha dua di atas tanah warga setempat.

Kepala Dinas Nakertrans, Theresia Asmon atau Ney Asmon saat diwawancara pada selasa, (26/923) sore menjelaskan bahwa penerbitan sertifikat lahan usaha dua oleh BPN Provinsi NTT terjadi di atas tanah milik warga.

"BPN Provinsi NTT pada waktu itu menerbitkan sertifikat lahan usaha dua di atas tanah warga," jelas Kadis Ney Asmon.
Kata dia, 146 sertifikat lahan usaha dua warga Translok itu telah dikembalikan kepada BPN Manggarai Barat, namun ditolak oleh BPN. Dan sertifikat itu disimpan di Dinas Nakertrans Manggarai Barat.

Lahan Usaha Dua Telah Dioukupasi Warga Setempat
Penerbitan sertifikat berada di atas lahan yang dioukupasi oleh warga setempat.

Kadis Nakertrans Trans, Ney Asmon mengatakan bukan sudah diokupasi. Tetapi, sertifikat itu memang diterbitkan di atas tanah warga. Sertifikat itu diterbitkan jauh setelah warga menempati lokasi.

Pada 7 Agustus 2019, Disnakertrans mengeluarkan surat dengan nomor: TKT. 560/84 - Trans/VIII/2019 kepada BPN/ATR kabupaten Manggarai Barat dengan perihal pemberitahuan.

Berikut kutipan isi surat yang ditandatangani oleh Ismantoyo, ST yang saat itu menjabat sebagai Plt. Kepala Dinas.

"Berdasarkan konsultasi pembeli tanah di translok UPT nggorang, Desa Macang Tanggar, Kecamatan Komodo kabupaten Manggarai Barat tanggal 5 agustus 2019. Terkait peta UPT nggorang, maka pada waktu itu kami menyampaikan bahwa tanah yang dibeli itu berada di lokasi upt nggorang berada di luar lahan pekarangan dan lahan usaha satu. Dan untuk lahan tersebut telah diokupasi oleh ulayat setempat dan telah dibagi kepada warga, baik warga yang berada di translok maupun warga yang ada di Benteng dan Lemes. Maka sehubungan dengan itu, kami memberitahukan kepada BPN/ATR untuk mempertimbangkan penerbitan sertifikat hak milik, HGU, HGP di atas lahan Translok UPT Nggorang desa Macang Tanggar, kecamatan Komodo kabupaten Manggarai Barat terutama di luar lahan pekarangan dan lahan usaha satu atau lahan yang belum dibagi, sebab di kantor Disnakertrans kab. Manggarai Barat ada 147 sertifikat lahan usaha dua yang belum dibagi kepada warga Translok UPT Nggorang dan sertifikat berada di atas lahan yang di okupasi oleh warga setempat,"

Tanggal 20 September 2019, Dalam surat Disnakertrans yang bernomor: TKT/560/93 - Trans/IX/2019 yang ditujukan kepada Direktoral Jendral Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi RI dan kepada Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan perihal Laporan.

Dalam surat tersebut menyebutkan data usulan pembatalan sertifikat lahan usaha dua di Translok UPT nggorang desa Macang Tanggar, kecamatan Komodo kabupaten Manggarai Barat sebanyak 147 sertifikat yang telah diterbit.

Adapun alasan pembatalan sertifikat lahan usaha dua tersebut adalah:

Pertama, karena lahan usaha dua tidak ada lokasinya dan hasil identifikasi lapangan bahwa sertifikat lahan tersebut berada di tanah bangunan sekolah, lahan sawah dan perkampungan tersebut sudah ada sebelum program transmigrasi masuk di wilayah tersebut.

Kedua, hal ini terjadi karena pada waktu itu tidak diukur langsung di lokasi transmigrasi.

Dalam surat yang bernomor: Tkt/560.b - Trans/II/2020 perihal laporan masalah lahan usaha transmigrasi upt nggorang desa Macang Tanggar yang ditujukan kepada Gubernur NTT di Kupang.

Surat yang dikeluarkan pada tanggal 11 februari 2020 itu menjelaskan lahan usaha dua yang diperjuangkan oleh warga Translok kepada pemerintah sebanyak 200 bidang tanah masing masing warga mendapatkan 1 ha (satu hektare lahan basah), terhadap permintaan tersebut Disnakertrans telah berkoordinasi dengan mantan kepala UPT Translok Yos Tala.

Menurut penjelasan Yos Tala, bahwa lahannya tidak cukup sehingga lahan usaha dua tersebut tidak ada dan pemerintahan sebelumnya (Pemerintah saat itu) tidak pernah membagi/memberikan lahan usaha dua tersebut kepada warga.

Dalam surat yang sama, juga dijelaskan bahwa terhadap sertifikat lahan usaha dua sebanyak 146 bidang tanah sementara 54 bidang tanah belum disertifikatkan. Dan sejak sejak tahun 2012 telah dilakukan identifikasi di lokasi Translok Nggorang, desa Macang Tanggar. Bahwa lokasi lahan usaha dua tidak jelas sehingga 146 sertifikat belum bisa dibagikan karena lokasi dari lahan dua tersebut adalah tanah milik orang per orang, atau badan yang telah turun temurun menguasai lahan yang dimaksud maka lahan usaha dua tersebut tidak ada. Dengan mangacu pada berita acara penyerahan oleh ulayat/pemangku ulayat pada tanggal 26 februari 1990 dalam poin 3 yang berbunyi:

Terhadap tanah tanah milik perorangan atau badan yang telah ada dan nyata nyata telah dikuasai dan dikerjakan secara aktif pada saat penandatanganan surat penyerahan ini akan tetap diakui dan diselaraskan demi kepentingan umum dan untuk kawasan bagian selatan sudah masuk hutan tutupan atau hutan lindung.

Saverinus, Niat Memeperjuangkan Hak Warga Translok, Berakhir Dipidana
Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi polisikan seorang warga bernama Saverinus Suryanto, asal desa Macang Tanggar, kecamatan Komodo kabupaten Manggarai Barat NTT pada 19 mei 2023 lalu. Kini, Rio ditetapkan menjadi tersangka usai laporan itu diterima dan diperiksa oleh Unit Tipidter Polres Manggarai Barat.

Rio saat ditemui dikediamannya di desa Macang Tanggar menceritakan kronologis dirinya dilaporkan bupati Edi Endi.

"Menjelang Asean Summit sekitar tanggal 09 Mei 2023, Serikat Pemuda NTT atau SP NTT yang di Jakarta menggelar aksi Demo menolak Asean Summit di Labuan Bajo. Alasan penolakan bisa ditanyakan ke SP NTT. Namun, sebelum itu, mereka membuat sejumlah Flyer. Salah satunya ya Foto Bupati Manggarai Barat seperti yang sedang dipersoalkan oleh Bupati. Foto foto itu di posting ke IG SP NTT. Selain foto Bupati Manggarai Barat, ada juga foto Presiden, Direktir BPO LBF, dan Bupati Manggarai, Herry Nabit," jelas Rio.

Terkait foto Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi, lanjut Rio, di dalam flyer itu, mereka (SP NTT) menulis soal perjuangan masyarakat Translok, di Desa Macang Tanggar, Kecamatan Komodo. Perjuangan itu Yakni soal ratusan sertifikat hak milik (SHM) dengan masing masing luas lahan 1 Ha untuk 1 SHM untuk masing masing 200 kepala Keluarga di Translok (Transmigrasi Lokal). Dimana 200 SHM itu disimpan oleh Pemda Manggarai Barat sudah puluhan tahun lamanya.

Akibatnya, 200 Ha lahan kami dari 200 KK warga Translok hilang. Atas masalah ini, SP NTT memasukan tuntutan ini dalam Demo menjelang Asean Summit.

"Saya men - screen Foto foto dari IG SP NTT ini dan pos di FB. Dalam Caption di FB saya (kalau saya tidak salah) "Asean Summit VS dugaam penggelapan ratusan sertifikat hak milik, milik 200 KK Warga Translok,"

"Kemudian foto itu dijadikan dalil oleh Pemda untuk melaporkan saya ke Polres Mabar atas kasus penghinaan dan pencemaran nama baik melalui media sosial. Pemeriksaan pertama saya tanggal 13 Juli 2023. Dan ditetapkan sebagai tsk pada tanggal 31 Agustus 2023," sambung Rio.

Rio pun menegaskan bahwa apa yang Ia lakukan bukan merupakan penghinaan tetapi mengkritik kepada Pemkab Manggarai Barat agar 200 sertifikat Lahan Usaha 2 yang sejak lama diperjuangkan segera dibagikan kepada warga. "Kami menuntut apa yang menjadi hak kami. Kami tidak meminta apa yang bukan menjadi hak kami. Jika Bupati merasa dirugikan secara pribadi ataa foto foto itu, maka saya katakan Bupati keliru. Bagi saya jabatan Bupati itu cuman 5 tahun. Karena itu, jabatan itu tidak memiliki subjek hukum. Kemudian, jika Bupati merasa dirugikan secara Pribadi ya jangan jadi pejabat dong," tegas Rio.

Rio menilai bahwa apa yang dilakukan Bupati Manggarai Barat patut diduga bagian dari upaya membungkam suara kritis untuk memperjuangkan keadilan. "Saya adalah warga Translok yang memperjuangkan masalah ini sampai saya pernah menulis surat terbuka kepada presiden tahun 2019 ihwal masalah Translok ini." kata Rio.

"Mantan Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch. Dulla Justeru menyangkalnya. Kemudian pada tahun 2021, saya mencoba mewawancarai mantan plt Tapem, Hila Madin terkait kejelasan ada atau tidaknya sertifikat milik kami warga Translok. Dan ternyata ada, kemudian saya diijinkan oleh pak Hila untuk memfoto salah satu SHM itu. Dari situlah kami mengetahui bahwa 200 SHM milik 200 KK Warga Translok ternyata ada. Tapi disimpan oleh Pemda Manggarai Barat Sampai sekarang," sambung Rio.

Rio menyayangkan sikap Bupati Manggarai Barat yang malah melaporkan warganya yang menuntut keadilan. "Pemimpin itu tidak menuntut keadilan melainkan memberikan keadilan untuk rakyat sendiri", ucap Rio.

Rio juga mempertanyakan sikap Bupati Edi Endi yang memilih melaporkan warganya daripada memperjuangkan hak warganya. "Kenapa Bupati tidak memperjuangkan masalah 200 SHM ini? Kenapa lebi memilih melaporkan warganya?," tutup Rio.

Editor
: Hendra Mulya
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru